Pembiayaan Syariah Membaik
Ilustrasi : Akad Syariah |
JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencermati dampak relaksasi aturan uang muka pembiayaan syariah yang diterapkan sejak Juli 2015.
Pembiayaan syariah dinilai mulai membaik.
Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Nonbank (IKNB) OJK I Edi Setiadi menya - takan, selama aturan relaksasi uang muka pembiayaan syariah diterapkan, dampak terhadap per kembangan perusahaan pembiayaan syariah masih belum terlihat signifikan. Dampak perbaikan dinilai baru akan terlihat tiga bulan hingga empat bulan setelah kebijakan diberlakukan.
"Pertumbuhan (pembiayaan)
masih satu persen walaupun se cara aset sudah meningkat lebih dari dua persen," ungkap Edi kepada Republika, Kamis (3/9).
Direktur IKNB Syariah OJK Moch Muchlasin mengungkapkan, dampak kebijakan baru akan terlihat dalam tiga bulan sejak berlaku. Hal itu terlihat dari pengalaman 2012-2013 saat ada perubahan kebijakan.
Ia memprediksi relaksasi kebijakan uang muka pembiayaan syariah mulai berdampak pada September atau Oktober.
Meskipun, OJK menyadari relaksasi aturan tersebut terbit saat daya beli masyarakat sedang tu - run.
"Yang jelas sudah banyak yang izin untuk menjual produk sya riah lagi. OJK berharap betul ini bisa mendorong industri pem - biayaan syariah dan pembiayaan secara umum," ungkap Much - lasin.
Hingga Juni 2015, pangsa pasar IKNB Syariah tercatat mencapai 4,6 persen. Sedangkan, aset IKNB Syariah sekitar Rp 19 triliun.
Muchlasin menyatakan pangsa pasar IKNB Syariah ditargetkan bisa lima persen pada akhir tahun. "Semoga dengan diturunkannya uang muka, pangsa pasar pembiayaan syariah bisa naik," ujarnya.
Selain itu, OJK masih mengkaji usulan industri agar otoritas meninjau ulang syarat rasio pembiayaan bermasalah atau NPF sebelum menurunkan uang muka. "Otoritas tidak ingin me - nim bulkan trauma karena terlalu otoriter. OJK ikuti dinamika," ka ta Muchlasin.
Pembiayaan syariah juga lesu karena terdampak pelemahan industri otomotif. Sehingga, OJK mendorong perusahaan pembiaya an syariah untuk mengembangkan pasar.
Sebelumnya, OJK melalui Surat Edaran Nomor 19 Tahun 2015 dan Surat Edaran Nomor 20 Tahun 2015 memperlonggar kebijakan uang muka pembiayAan kendaraan bermotor. Pelong - garan uang muka sekitar lima persen hingga 10 persen. Aturan tersebut berlaku efektif 30 Juni 2015.
Namun, pelonggaran ini hanya berlaku bagi perusahaan pembiayaan syariah dan unit usa - ha syariah (UUS) yang memiliki NPF kurang dari lima persen.
Untuk pembiayaan ken - daraan roda dua, uang muka yang dikenakan sebesar 10 per - sen. Angka ini lima persen lebih kecil dari pembiayaan konvensional sebesar 15 persen.
Uang muka kendaraan roda dua pembiayaan syariah dan konvensional sebelumnya sama- sama dikenakan sebesar 20 persen. Bagi piutang UUS lebih dari 50 persen, uang muka ken daraan roda dua sebesar 15 persen.
Sementara untuk kendaraan roda empat atau lebih, besar uang muka disamakan antara konven sional dan syariah. Untuk roda empat atau lebih produktif 15 per sen dari sebelumnya 20 per sen.
Uang muka kendaraan roda empat atau lebih konsumtif sebesar 20 persen dari sebelum nya 25 persen. Jika piutang UUS lebih dari 50 persen, uang muka yang dikenakan sebesar 15 persen untuk kendaraan roda empat atau lebih produktif dan 20 persen untuk kendaraan roda empat atau lebih konsumtif.
Bagi perusahaan pembiayaan syariah dan UUS dengan NPF lebih dari lima persen, pelong - garan uang muka hanya berlaku untuk kendaraan roda dua sebesar 15 persen. Ini masih lebih kecil dibandingkan uang muka pembiayaan konvensional sebesar 20 persen.
Sumber : Koran Republika
0 komentar:
Posting Komentar