Sabtu, 05 September 2015

Bayar Pajaknya, tunaikan Zakatnya
Mau tidaknya seseorang Muslim membayar zakat dan pajak sangat dipengaruhi, antara lain, oleh pemahamannya terhadap perbedaan dan persamaan antara zakat dan pajak. Bila dia memahami bahwa zakat dan pajak itu tidak ada perbedaannya karena sama-sama demi kemaslahatan umat dan bangsa, ia akan hanya membayar zakat saja atau pajak saja.
 Tapi, dia akan membayarkan dua-duanya, zakat dan pajak, bila ia memahami bahwa memang zakat dan pajak itu sama dalam hal tujuannya, yakni demi mencapai kesejahteraan umat bangsa, tetapi berbeda sumber perintahnya, zakat diperintah oleh Allah yang diatur dalam Al-Quran dan hadits, sedangkan pajak diperintah oleh negara yang diatur dalam undang-undang (UU) dan peraturan-peraturan. Karena itu, sosialisasi dan edukasi tentang zakat dan pajak ini perlu terus dilakukan sehingga setiap Muslim sadar akan kewajibannya, baik sebagai Muslim yang taat akan perintah Allah dan Rasul-Nya maupun sebagai warga negara yang patuh pada perintah negara dan UU. Bila tak ada upaya penyadaran, dikhawatirkan masyarakat ragu, apakah masih wajib zakat atas harta yang kena pajak? Sebab, ada yang berpendapat, hanya dengan niat berzakat saja ketika membayar pajak, maka dia tak perlu lagi membayar zakat. Kalau pendapat seperti itu diterima umat Islam, yang sudah membayar pajak tidak akan lagi membayar zakat atau sebaliknya. Siapa saja yang concern terhadap peningkatan kesadaran berzakat, tentu tak akan setuju dengan pendapat yang menggugurkan zakat setelah melaksakan kewajiban pajak. Salah satu yang tidak setuju itu adalah Ustaz Bachtiar Nasir, Lc. Menurut Sekjen Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) itu, memang idealnya zakat itu dikelola oleh negara kalau negara itu Islam, tapi untuk Indonesia saat ini, berdasarkan asnaf yang 8, banyak yang tidak bisa diselesaikan dengan pajak, sehingga perlu ada upaya-upaya dari masyarakat untuk melakukan pengumpulan zakat. “Jadi, saya kira pajak juga memang sangat strategis. Tapi, bukan berarti kemudian tidak wajib zakat. Karena itu, pembayaran zakat harus tetap berjalan karena pembayaran pajak tidak menghapus kewajiban zakat,” katanya kepada majalah Zakat usai menjadi nara sumber pada peluncuran Quran bagi Pemula di Istora Senayan, Jakarta, beberapa waktu lalu. Menanggapi pendapat itu, Ustaz Bachtiar Nasir melihatnya dari sisi lain. Menurut dia, orang Indonesia itu kalau disuruh pajak kadang-kadang kurang bersemangat dan masih mencari cara untuk menghindari pajak, tapi kalau disuruh berzakat ada semangat karena ada rasa ibadahnya. “Selain itu, secara syar’i ayat yang mewajibkan zakat sudah sangat tegas sehingga zakat tak bisa lagi digantikan dengan pajak,” tegasnya.
Sinergi
 Mengacu pada pendapat Ustaz Bachtiar Nasir dan ulama-ulama umumnya yang menyatakan bahwa zakat tidak bisa dipajakkan, begitu pula pajak tak bisa dizakatkan, maka seorang Muslim wajib menjalankan kedua kewajiban itu. Persoalannya, apakah ia mau? Umumnya ia enggan untuk melakukan kedua kewajiban itu sekaligus karena merasa terbebani. Karena itu, zakat dan pajak harus disinergikan. Tentang hal ini, Kakanwil Pajak Sulawesi Selatan, Barat, dan Tenggara, Arfan, Ak. MBA. menyatakan bahwa sebagai bentuk sinergi, saat ini zakat sudah masuk dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh) sebagai bagian dari fasilitas bagi wajib pajak untuk mengurangkan pembayaran zakatnya ke dalam perhitungan pajak penghasilan terutangnya. Sinergi seperti inilah memang yang saat ini diupayakan pemerintah. Tapi, beberapa muzaki ada yang kurang puas dengan sinergi seperti ini karena zakat baru bisa mengurangi objek pajaknya sendiri (tax deductible), bukan pajaknya. Misalnya, seseorang berpenghasilan Rp20 juta per bulan, lalu berzakat 2,5% sebesar Rp500 ribu. Maka, pajak yang dikenakan dari nominal bruto adalah Rp20 juta dikurangi Rp500 ribu, yaitu Rp19.500.000. Jika pajak yang dikenakan adalah 5%, ia harus membayar pajak Rp9.75000. Jadi, bukan mengurangi pajak. Kalau mengurangi pajak, nominal pajak yang harus kita bayar, dikurangi nominal zakat yang kita bayarkan Karena pembayaran zakat kurang signifikan terhadap pengurangan pajak, maka ada kelompok lain yang berpandangan bahwa sebagai langkah strategis dalam upaya menggali potensi zakat dan sekaligus mengintegrasikan zakat dan pajak secara lebih mendalam dalam perekonomian nasional, perlu ada kebijakan zakat sebagai pengurang pajak secara langsung (tax credit). Menurut Muhammad Farid, dari STAIN Watampone, Sulawesi Selatan, paling tidak ada dua argumentasi dasar yang memperkuat pandangan yang kedua ini. Pertama, dari perspektif keuangan negara. Ketika ada proses sinergi dan integrasi zakat pada kebijakan fiskal, maka ada sejumlah manfaat yang didapat, yaitu perluasan basis muzaki dan wajib pajak serta membantu meringankan beban Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dalam hal anggaran pemberantasan kemiskinan. Dalam makalahnya Zakat dan Pajak untuk Kesejahteraan, lebih lanjut dia menyatakan, melalui koordinasi yang baik antara otoritas zakat dan otoritas pajak, maka identifikasi muzaki dan wajib pajak akan semakin luas sehingga diharapkan, pendapatan pajak dan zakat akan semakin meningkat. Ini dibuktikan secara empirik oleh Malaysia, yang pendapatan zakat dan pajaknya justru kian meningkat setelah diberlakukannya kebijakan zakat sebagai kredit pajak. Kedua, dari perspektif distribusi ekonomi, zakat dapat menjadi alat distribusi ekonomi yang efektf. Zakat menjadi medium distribusi kekayaan dari kelompok kaya kepada kelompok miskin sehingga economic growth with equity yang selama ini didengung-dengungkan dapat terwujud dengan baik. Selanjutnya Farid menulis, efektivitas zakat dalam pemberantasan kemiskinan dan peningkatan ekonomi kalangan dhuafa terbukti jelas dalam catatan dan analisis BAZNAS yang menjelaskan bahwa jumlah mustahik yang mendapat bantuan zakat mencapai 2,8 juta jiwa yang kalau dipersentasekan angka ini sama dengan 9,03 dari keseluruhan penduduk miskin di Tanah Air.

Sumber : Majalah Zakat edisi Maret-April 2015 (BAZNAS)

0 komentar:

Posting Komentar

#SpiritDakwah

#SalamEkonomiRabbani, Dakwah Kita Bersama Membumikan Ekonomi Islam, Mulai dari Lingkungan Sekitar Kita Ajak Saudara Kita Dukung #EkonomiIslam.

Bank Syariah Pertama Di Indonesia?

#MostTrending

#LinkMUI

#LinkBAZNAS

- See more at: http://tokohtml.blogspot.com/2013/02/widget-jadwal-sholat-ala-republika.html#sthash.RzgFXKpL.dpuf

#MutiaraHariIni

“ Celakalah bagi orang-orang yang curang (dalam menakar dan menimbang), (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang (untuk orang lain), mereka mengurangi.Tidakkah orang-orang itu mengira, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan, pada suatu hari yang besar,(yaitu) pada hari (ketika) semua orang bangkit menghadap Tuhan seluruh alam” (Q.S al-Mutaffiifin 1-6)

#JadwalShalat

#Popular Posts

#LogamMuliaHariIni

#KursRupiah

#LinkFoSSEI

#LinkPKES

#LinkOJKSyari'ah

#TweetSCiBe